TIGA PROYEK BESAR UMAT MANUSIA

Yayasan Ponpes SPMAA dalam menggiatkan aktifitasnya senantiasa berpedoman pada nilai dasar kelembagaan yang disebut Tiga Proyek Besar Umat Manusia:

Mengenal Allah Secara Mendekat dan Mendasar

Melatih Diri Mengetahui Musuh Ghaib

Menanam Keyakinan Dunia Akhirat.

PROYEK SATU: Mengenal Allah Secara Mendekat dan Mendasar

Kami mengajak bangsaku manusia seluruhnya, tanpa terkecuali untuk mengenal Allah SWT. secara mendekat dan mendasar. Bahwa Kebesaran dan Keagungan Allah Yang Maha Pencipta alam semesta adalah meliputi jagat raya antara langit dan bumi. Betapa manusia selama ini sama sekali tiada menyadari sekaligus merasakan hakikat Tuhan yang meliputi jagat raya bahkan menyelubungi jagat kasarnya sampai menembus daging dan tulangnya. Sedemikian dekatnya Tuhan dengan manusia hingga tiada tersisa jarak antara keduanya. Ukuran jarak urat nadi dengan urat leher begitu dekat dan lekat, namun dekatnya Allah kepada kita jauh melebihi semua yang terdekat sebagaimana firma-Nya :

لَقَدْ خَلَقْنَا اْلاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِه نَفْسُه وَ نَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ اْلوَرِيدِ (ق : 16)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat nadinya (Qs. 50 : 16 )

Sikap/perangai manusia yang masa bodoh tidak mengerti dan tidak mengenali eksistensi Tuhannya adalah wajar disandang oleh mereka yang bodoh dan kafir (anti Tuhan ). Tetapi akan menjadi keganjilan yang amat nista bila yang terpandang beriman serta biasa menyebut nyebut Tuhan Maha Esa, Maha Agung, Maha Besar dsb, namun prakteknya tiada berbeda dengan si bodoh dan kafir. Jangan-jangan pengakuannya iman hanya tiruan/palsu sedang puji-pujian kepada Tuhan yang meluncur dari bibirnya hanya manis di bibir saja.

Untuk itu upaya mengenal Allah secara dekat dan mendasar adalah proyek utama manusia (khususnya beriman) sebagai pondasi pokok dalam karir pengabdian kepada Tuhan Semesta Alam. Kepada siapa manusia akan mengabdi-melayani-menyantuni/menyembah, bila manusia belum kenal Tuhan?. Kecuali seperti yang selama ini terjadi yakni menyembah-melayani dan menyantuni nafsunya sendiri-sendiri. Hingga tiada kedamaian dan ketentraman hidup. Sifat sombong, ujub, riya, sumah, pemarah, pendendam selalu merongrong dan mencakari sesamanya. Tak peduli ibu kandungnya di setubuhi kemudian di potong-potong menjadi 12 bagian, saudara kandungnya di bantai habis-habisan tanpa belas kasih, lebih dari itu peristiwa pencurian, perampokan, penggelapan, kolusi, korupsi dan bentrokan fisik yang mengharu biru seakan menjadi sajian menarik di setiap media (koran,TV, dan majalah). Tak disadari lagi, tidak adanya kerukunan yang menjalin antara sesama yang pinter-cendikiawan, antara sesama wanita yang baik-baik, antara sesama umaro, ulama/kyai, antara pendeta/pastor antara sesama wanita/laki-laki, antara sesama pekerja kantor dsb. Seandainya terjadi ulama tidak akur terhadap pencuri itu wajar, tetapi bukankah sudah sama-sama ulama kenapa mesti hidup tidak manunggal?. Jika terjadi cekcok diantara wanita baik-baik? Yang berkesimpulan diantara mereka berhati saling tego-mentolo marang bongso, jangankan boleh diminta uangnya, dihutangi saja sama sekali jangan, karena itu disimpannya rapat-rapat uangnya biar tidak sampai ketahuan oleh anak, saudara juga istri. Berarti saking mahal dan berharganya uang, sampai-sampai tidak memberi harga persaudaraan sesama bangsa, padahal berapa harga paru-paru anaknya? Ginjal sanak-saudaranya? Mata tetangganya? Kaki dan tangan bapaknya?. Tidak lain semua ini terjadi adalah karena manusia mempertuhankan hawa nafsunya, akibat tidak mengenal Tuhan.

Seandainya benar-benar manusia ini sudah mengenal Tuhannya, maka isi hatinya hanya diliputi rasa sayang terhadap sesamanya dan pikirannya peka terhadap kebutuhan bangsanya. Sebab bukankah Tuhan itu Kasih dan Penyantun?. Suatu misal: Ketika menghadapi jamuan makanan, tak layak pikirannyapun memencar siapa ya.. gerangan yang lebih membutuhkan makanan ini atau andainya ini saya berikan si Fulan betapa gembira hatinya dsb. Jadi, tak ada dalam isi pikirnya perasaan mengutamakan-mensejahterakan-memenangkan pribadi diatas kemelaratan-kesusahan-kekalahan saudara/bangsa lain.

Rupa-rupanya kebanyakan manusia ini bertuhan yang ngawur, tidak tepat sasaran (istilah jawa: angger nemu) prakteknya, golongan petani saat menghadapi sawah-tambaknya sekaligus yang dirasa dan diingat hanyalah melulu perkara sawah-tambak, bagi para pegawai kantor seketika yang mengisi ruang batinnya hanyalah setumpuk kertas-kertas di meja kantornya, sementara anak-anak sekolah dan mahasiswa sibuk dengan urusan belajarnya masing-masing, kemudian yang terjadi pada ibu-ibu rumah tangga manakala sibuk di dapur, maka sudah pasti yang berputar-putar dalam pikirannya kecuali urusan nasi, sayur, lauk pauk, kue dsb. Masih juga para suami saat berdampingan dengan istrinya kecuali yang ada di hatinya hanya istrinya saja, sedang Allah yang menggenangi jagat sama sekali tiada mampir dalam benak pikirannya. Karena itu jangan mungkir bila di sini menyebut istilah Tuhan sesuatu yakni Tuhan istri, Tuhan nasi, Tuhan sawah/tambak/kebun, Tuhan kertas/buku, Tuhan sapi, Tuhan kedudukan, Tuhan kebanggaan, Tuhan uang, Tuhan arca-akik-keris dsb. Yang demikian itulah disebut musyrik yakni menjadikan Tuhan tandingan selain Allah.

Wahai bangsaku !
Jika demikian tradisi kebanyakan manusia, maka siapakah diantara kita yang tidak terlibat musyrik?. Karena itu sadarilah kekurangan diri sebelum datangnya pati kemudian reformasi diri total dengan segera mengalihkan pandangan hidup!. Hal ini penting, demi perjuangan hidup menumpas musuh syaithan, agar bangsa manusia dapat berpijak pada sirothal mustaqim, jalan Allah yang lurus. Sehingga bisa menemukan kondisi hidup bersatu dan penuh kedamaian serta mewujudkan harapan bangsa yang “adil dan makmur”.

Selain kita bisa menunjuk sifat syirik berdasarkan realita, Allahpun sudah menggariskan dalam firman-Nya :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُمِنْ دُوْنِ اللهِ اَنْدَادًايُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ, وَالَّذِيْنَ امَنُوْا اَشَدُّحُبًّا ِللهِ, وَلَوْيَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا اِذْيَرَوْنَ الْعَذَابَ اَنَّ اْلقُوَّةَ ِللهِ جَمِيْعًا وَاَنَّ اللهَ شَدِيْدُ اْلعَذَابِ (البقرة : 165)
Dan diantara manusia itu ada yang mempertuhankan sesuatu yang lain dari pada Allah sebagai Tuhan tandingan; dicintainya seperti mencintai Allah. Orang yang beriman hanya mencintai Allah semata. Seandainya orang yang zalim itu dapat memikirkan ketika mereka melihat siksaan nanti di hari kiamat, sungguh seluruh daya dan kekuatan hanya kepunyaan Allah. Dan sungguh-sungguh Allah Maha dahsyat siksa-Nya. (Qs. 2 : 165)

Jelaslah, bahwa ada dua diantara manusia yakni mereka yang hanya bertuhan Allah (mencintai Allah) dan mereka yang bertuhan selain Allah (mencintai selain Allah).

Adapun dalam rangka mencintai Allah, awal kali kita harus mengenal Allah secara mendekat dan mendasar dengan beberapa ulasan berikut :

Ibarat ikan di dalam air laut, maka dimana mereka berada dan bergerak selalu diliputi dan di genangi air. Atau bagaikan spon/busa yang berada di dalam air. Tentunya selain meliputi dan menggenangi, air juga meresap ke dalam pori-pori spon/busa. Demikian halnya dengan kondisi manusia dan segala isi alam antara langit dan bumi melainkan serba di genangi dan diliputi Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih.

Kesucian Allah Pencipta bumi dan segala isi. Kita ambil contoh jam dinding. Dimana lantaran terhalang oleh sebuah kaca yang bening, terpaksa pandangan mata langsung tertuju pada jarum dan angka-angka. Padahal sebelum jarum dan angka ada kaca yang menghalangi. Seolah-olah pandangan mata kita meniadakan kaca yang bening itu. Mengapa demikian?. Karena memang saking beningnya kaca hingga tiada terjangkau oleh mata. Begitu juga dengan dinding, jendela, atap dan langit-langit rumah. Melainkan pandangan mata kita langsung tertuju pada benda-benda tersebut. Padahal sebelum benda-benda itu ada, terdapat dzat Allah. Seolah-olah memang Allah tidak ada, padahal sebenarnya ada dan tetap ada. Mengapa demikian?. Karena saking Sucinya Dzat Allah hingga mata telanjang kita tiada pantas melihatnya. Sekali lagi, Allah itu ada dan lebih dekat dengan urat nadi.

Kita percaya kepada Allah dengan segala kesempurnaan dzatnya juga sifat-Nya sebagaimana yang terangkum dalam asmaul khusna khususnya. Jika Allah Maha Besar, rasanya tidak mungkin hanya besar saja tidak tinggi, maka Allah itu Tinggi dan Besar. Mungkinkah Allah itu hanya Besar dan Tinggi saja, tidak Luas?. Maka Allah Maha Besar, Tinggi, Luas tak terbatas. Hingga tiada ruangan sedikitpun yang kosong tanpa sentuhan Allah. Selain itu Maha Pengasih, Penyayang, Penyantun, Pemelihara juga Perusak, Yang Menghinakan dan Yang Memulyakan, Yang waspada, Yang Kuasa, Yang Kuat lagi Perkasa dan Yang Maha Ada. Semuanya tidak ada, kecuali yang ada hanya Allah. Demikianlah kiranya maksud/penjelasan kalimah LAILAA HAILLALLAH .

Andainya wujud Allah itu benda padat, maka dimana semua yang ada ini akan bertempat?. Untung sekali Allah ghoib dan Lembut sehingga barang/benda termasuk manusia ini bisa bertempat dan kelihatan mata.

Bila secara lahir manusia berselimut kain sutera tebal, maka secara lahir pula yang ada dan yang nampak hanyalah selimutnya. Begitu juga manusia yang di selimuti Allah maka semuanya sebenaranya tidak ada kecuali Allah. Hanya saja, karena Allah ghoib sifatnya maka menurut pandangan mata tetap tidak ada. Namun pandangan hati yang disinari iman suci selamanya akan mengatakan ada. Dan seterusnya, adanya Allah yang diyakininya akan menjadi pengawas, pengontrol dan pembimbing selama hidupnya hingga tidak sekali-kali terjadi hidup ngawur (istilah jawa : urip di amuk).

Firman Allah :


وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلاَ كِنْ لاَ تُبْصِرُوْنَ (الواقعة : 85)
“Dan Kami lebih dekat lagi kepadanya daripada kamu, namun kamu tidak melihat. (Qs. 56 : 85).

Sebagaimana yang kita pahami bahwasanya Allah bersifat ghoib (tidak bisa dijangkau oleh panca indera sekalipun alat-alat canggih), maka mustahil sekali bila manusia biasa mampu mengenali, mengingat dan mencintai Tuhannya. Namun lebih mustahil lagi bila manusia dengan kelengkapan ilmu dan imannya tidak mampu mengenali, mengingat dan mencintai Tuhannya. Harusnya mampu, tidak boleh tidak. Itulah yang dinamakan kelebihan ilmu dan kecanggihan iman.

Sebenarnya adanya dzat Allah yang tidak kelihatan mata, namun tetap bisa dirasa oleh jiwa-jiwa mukmin adalah seperti halnya udara/angin yakni tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan melalui sifat-sifatnya. Cobalah kita fikir, mengapa pada saat mata kita klilipan benda sekecil debu, seraya langsung terasa sedang Kebesaran Allah yang meliputi jagat raya sama sekali tiada terasa?. Disinilah perlu kita otak-atik hingga menemukan kebenaran Tuhan.

Allah berfirman :

وَِللهِ اْلمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ اِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ (البقرة : 115)
Timur dan barat kepunyaan Allah, sebab itu kemana saja kamu menghadap disanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas kekuasaan-Nya dan Maha Tahu”. (Qs. 2 : 115)

Jadi, kemanapun kita menghadap keatas-kebawah-kekanan-kekiri-ke depan-kebelakang-pojok-samping dsb, adalah sebenarnya menghadap Allah (berhadapan Allah).

لَه مَافِى السَّموَاتِِ وَاْلاَ رْضِ وَمَابَيْنَهُمَا وَمَاتَحْتَ الَّثرى

“Kepunyaan-Nya segala yang ada di langit bumi dan yang ada di bumi, dan segala yang ada di bawah tanah” (Qs. 20 : 6)

Menghayati isi ayat tersebut maka barang-barang yang kita miliki seperti binatang ternak, sawah-ladang, emas perak, semua kendaraan, rumah, anak, istri, perusahaan, harta perdagangan, buah-buahan juga uang adalah sebenarnya milik Allah. Namun tidakkah kebanyakan dari kita lebih banyak mengingat dan mencintai barang-barang ciptaan sekaligus kepunyaan Allah tersebut?. Rasa-rasanya manusia hanya berebutan menjadi pemilik dan penguasa barang-barang Allah, sementara terhadap yang Mencipta sama sekali tiada peduli. Dapatkah dibenarkan seorang menantu hanya mengingat dan mencintai istrinya, tanpa perdulikan mertua? Jawabnya: Tidak benar. Kalau begitu dapatkah dibenarkan jika seseorang hanya mengingat dan cinta kepada barang-barang Allah tanpa mencintai Allah selaku Pencipta?. Tentu tidak benar juga.

Kalau memang segala sesuatu itu kepunyaan Allah, maka mari mendekat kepada yang punya. Biar lebih gampang mendapatkannya, selain bisa tertulari sifat-sifat-Nya. Ibarat seseorang yang berdekatan dengan penjual minyak wangi, maka sedikit banyak akan mencium bau minyak wangi bahkan tidak jarang akan diusapi oleh penjual minyak tersebut. Bila kita jauh dari Allah berarti kita berdekatan dengan syaithan, maka sedikit banyak akan ketularan sifat-sifat syaithan, lama kelamaan akan berhasil dikuasai olehnya. Ibarat seseorang yang berdekatan dengan pande besi, maka sedikit banyak akan mencium bau asapnya/hawa panasnya, bahkan ada yang sampai terkena apinya.

Bila proyek mengenal Allah ini benar-benar sukses pada setiap diri insani maka hasilnya adalah sifat sombong, pemarah, dendam, riya,ujub, sumah, pamrih dsb. berubah menjadi jiwa yang penuh kasih terhadap sesama. Itu terjadi karena orang yang dekat dengan Allah SWT. akan terpengaruh lingkungan Allah yang bersifat Rahman-Rahiim. Wujudnya, dalam keseharian bila mengetahui bangsanya yang berbuat dosa atau tersesat dari jalan Allah. Timbullah jiwa kasihnya, seraya berdoa :Ya Allah ampunilah dia, berilah petunjuk dan tolonglah bangsaku agar menjadi manusia yang patuh dan taslim karena memang bangsaku bersifat lemah/dhoif, bukannya mengolok-olok atau memusuhi orang yang berdosa/salah. Sebaliknya, golongan manusia yang jauh dari ingatan kepada Allah, maka Allah membiarkan syaithan untuk mendampingi manusia itu. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمنِ نُقَيِضْ لَه شَيْطنًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ (الزخروف : 36)
“Barangsiapa yang tidak menumpahkan ingatannya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, Kami biarkan syaithan mendampingi. (Qs. 43 : 36).

Setelah di dampingi selanjutnya syaithan menguasai, yang akhirnya manusia dipimpin oleh syaithan keluar dari jalan yang lurus (shirothal mustaqim).
Di jelaskan dalam firman-Nya :

اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَاَنْسهُمْ ذِكْرَالله, اُوْلئِكَ حِزْ بُ الشَّيْطَانِ اَلا اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ اْلخَاسِرُوْنَ (المجادلة : 19)
“Syaithan telah menguasai kesadarannya, lalu menjadikan lupa mengingat Allah, itulah pengikut-pengikut syaithan. Dan ingatlah bahwa pengikut-pengikut syaithan itu adalah mereka yang tergolong rugi.”(Qs. 58 : 19).

Oleh karena itu solusi yang tepat adalah belajar mengingat Allah sedang apapun, kapanpun dan dimanapun berada.

اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيماً وَقُعُوْداً وَعَلى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فىِ خَلْقِ السَّموَاتِ وَاْلاَرْضِ , رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هذَا بَاطِلاً سُبْحنَكَ فَقِنَا عَذَابَ لنَّارِ (ال عمران : 191)
“Ahli pikir itu, ialah orang-orang yang mengingat Allah sedang berdiri duduk, sedang berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Kemudian ia merenung seraya berdoa: Wahai Tuhan kami! Tidaklah sia-sia Engkau menciptakan bumi. Maha Suci engkau, peliharakanlah kami dari siksaan neraka. (Qs. 3 : 191).

Perintah mengingat Allah

فَاذْكُروُْنىِ اَذْكُرْكُمْ واَشْكُرُوْاليِ وَلاَ تَكْفُرُوْنِ (البقرة : 152)

“Sebab itu, ingatlah kepada-Ku, supaya Aku ingat pula kepadamu. Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah mengingkari nikmat-Ku” (Qs. 2 : 152)

يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اذْكُرُوْاللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا (الا حزاب : 41)

“Hai orang-orang yang beriman! Tingkatkanlah sering-sering daya ingatanmu kepada Allah” (Qs. 33 : 41)

وَذْكُرُوْااللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (الجمعة : 10)

‘‘Dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak, semoga kamu beruntung”(Qs. 62 : 10)

فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَا سِكَكُمْ فَاذْكُرواُاللهَ كَذِكْرِكُمْ اباَ ئَكُمْ اَوْاَشَدَّ ذِكْرًا, فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَا اتِنَافىِ الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فىِ اْلاخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ (البقرة : 20)

Apabila kamu telah selesai menunaikan ibadah hajimu ingatlah Allah seperti kamu mengingat nenek moyangmu, atau lebih dari itu. Di antara manusia ada yang mendoa: Wahai Tuhan kami! Anugerahilah kami kebaikan di dunia. Dan bagi orang-orang yang demikian itu di akherat tidak mendapat apa-apa.(Qs. 2 : 200)

وَالَّذِْينَ امَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْ بُهُمْ بِذِكْرِاللهِ اَلاَ بِذِ كْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الُقُلُوْبُ (الرعد : 28)
Mereka ialah orang-orang yang beriman, yang hatinya menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati orang mumin menjadi tenteram. (Qs. 13 : 28)

PROYEK DUA: Melatih Diri Mengetahui Musuh Ghaib

Kami mengajak bangsaku manusia seluruhnya melatih diri untuk mengetahui musuh ghoib, yakni syaithan. Hal ini penting diatas yang terpenting, kita bayangkan sejumlah tentara saat saling hantam habis-habisan melawan musuh, usut punya usut ternyata barusan terjadi pembantaian terhadap saudara/teman sebangsanya sendiri. Atau seseorang yang menjalin hubungan (mitra kerja) yang cukup kental terhadap yang lain, atas dasar saling percaya keduanya saling melakukan atraksi, namun tragisnya berujung penyesalan yang menggiris hati setelah menyadari bahwa teman intimnya adalah musuh utamanya sendiri yakni syaithan lanatullah. Dan yang lebih tertipu lagi adalah mereka yang sudi menghamba kepada seorang majikan demi sekelumit kesenangan, sayang seribu sayang dibalik manisnya perangai majikan tersimpan nyala dendam untuk menjatuhkan dan menyeretnya kepada kecelakaan. Semuanya ini terjadi adalah karena saking pandainya/liciknya musuh dalam mengatur siasat tempur. Sekarang yang terpenting bagaimana mengetahui jati diri musuh?. Dimana markas besarnya?. Dan bagaimana cara menghadapinya ?..

Gambaran prolog diatas adalah secuil nasib manusia pada umumnya, akibat terkena biusnya lawan (syaithan/iblis). Terpaksa saling bentrok antar sesamanya, rakus terhadap harta dunia, lupa kampung pada kampung halaman (akhirat), segala gerakannya menurutkan kata hati (seba ngawur tanpa pertimbangan matang) dan itulah wujud manusia yang telah diperbudak oleh musuh syaithan/iblis. Ketahuilah bahwa syaitan bekerja sekaligus bersarang pada hati setiap manusia. Tersebut pada Qs. 7: 17, 20, 21, 27, mula-mula syaitan mendatangi manusia dari muka, belakang, kanan, kiri, selanjutnya ayat 27 syaithan senantiasa mengintai manusia dari tempat persembunyiannya. Qs. 2: 36 mengabarkan rencana busuk syaithan terhadap manusia.

Namun kenapa sejauh ini, tak pernah terdengar berita bahwa si Fulan telah dibisiki, dinasehati, diintai bahkan telah dikuasai oleh syaithan?. Padahal syaithan beroperasi pada hati setiap orang. Agaknya kurang dari ada pembicaraan insani yang menyinggung tentang syaithan dan sepak terjangnya baik dalam diskusi,seminar simposium, lokakarya dsb. Padahal syaithan tidak pernah libur dalam mengerjai manusia. Seakan-akan syaithan hanya ada dalam cerita hayalan/dongeng, sehingga firman Tuhan mengenai syaithan tak pernah terbukti kebenarannya. Terpaksa rahasia syaithan amat tertutup. Setiap lalu lalang dalam pikir hatinya diakui sekaligus dirasakan timbul dari dirinya sendiri. Ketika ada peringatan, mereka dengan entengnya membalikkan fakta :

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوْا فىِ اْلاَرْضِ قَا لُوْا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ . اَلاَ اِنَهُمْ هُمُ اْلمُفْسِدُوْنَ وَلكِنْ لاَّ يَشْعُرُوْنَ (البقرة : 11-12)
Bila dikatakan kepada mereka: ”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang baik belaka“. Waspadalah sesungguhnya merekalah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Qs.2:11-12).

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ امِنُوْا كَماَ امَنَ النَّاسُ قَا لُوْا اَنُؤْمِنُ كَمَا امَنَ السُّفَهَاءُ اَلاَاِنَهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلكِنْ لاَ يَعْلَمُوْنَ (البقرة : 13)
Bila dikatakan kepada mereka: ”Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang lain telah beriman!” mereka menjawab: “Mana mungkin kami akan beriman pula seperti orang-orang bodoh itu?”. Ingatlah! Sesungguhnya merekalah yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui.(Qs.2:13)

Syaithan memang tidak takut merayap pada hati orang-orang pintar cendekiawan, berilmu agama berkedudukan, kuat, gagah perkasa dsb, tidak perduli sekalipun mereka yang miskin, bodoh, orang yang tua ringkih dan ompong. Buktinya, merasa lebih pandai, lebih terpandang, lebih kuat, lebih kaya, lebih cantik, sombong, iri, bahkan mereka yang terpandang lemah, bodoh dan miskin tetap saja berlaku sombong, dalam arti tidak siap di remehkan, tidak siap menerima peringatan serta tidak siap mendekat kepada Allah yang Maha Kaya lagi Perkasa. Padahal tiada secuilpun dari dirinya yang patut di banggakan. Tiada lain kecuali inilah hasil kerja syaithan.

Oleh karena itu wahai bangsaku!
Mari melatih diri mengetahui musuh ghaib, yaitu syaithan. Diantara cara-cara sebagai berikut :

  1. Setiap timbul tenggelamnya pertumbuhan hati hendaknya selalu di pertimbangkan, jangan selalu menyetujui!. Atau selalu memasang sikap curiga terhadap segala bisikan hati, jika memang bisikan itu melanggar setandar hukum agama (Al-Quran dan Hadits) maka itulah reaksi musuh, saat itulah manusia beriman dan berilmu manfaat melakukan bela diri. Maksudnya mencegati pikiran dan perbuatan pelanggaran agama. Jika hati di rayap syaithan sementara sang pemilik sama sekali tidak bergeming untuk bela diri, bahkan melindungi perbuatannya yang salah dengan cara tidak mengakui serta tidak menerima saran atau teguran dari teman-saudara, sungguh ilmu macam apa yang di konsumsi?. Di tegaskan dalam firmanNya:

اِنَّ الشَّيْطنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحَابِ السَّعِيْرِ (فاطر:6)
“Sesungguhnya syaithan itu musuhmu, karena itu perlakukanlah dia sebagaimana musuh. Dia hanya menyuruh pengikut-pengikutnya supaya sama-sama menjadi penghuni neraka yang menyala. (Qs. 35: 6)

Sikap tidak curiga dan tidak bela diri, berarti memperlakukan syaithan tidak sebagaimana musuh, tetapi sebagaimana mitra kerja, juru nasehat, pemimpin atau majikan. Mereka akhirnya tertipu dan tersiksa (oleh dirinya sendiri) sebagaimana dinyatakan dalam Qs.14: 22.

  • Selalu tekun dalam mengontrol diri/baca diri dengan kaca mata Al-Quran dan Hadits Nabi SAW., Atas segala macam perbuatan. Berarti harus siap menambah dan mengurangi sikap/perbuatannya manakala sudah berhasil menemui kekurangan dan kelebihan diri sebelum datangnya mati. Contoh segi kekurangan diri: kurang syukur, kurang ingat kepada Allah, kurang persiapan ke akhirat, kurang berkasih-kasihan, kurang taubat, kurang wirai dsb.Segi kelebihannya: dalam hal bicara sampai terjadi ghibah, mengumpat, mencela, adu domba, fitnah dsb. Dalam bersikap hingga terjadi meremehkan diri orang lain, mementingkan diri sendiri, rakus terhadap dunia, pemarah, pendendam dsb. Dimana segala macam perbuatan yang menyimpang dari pelanggaran agama (maksiat) adalah hasil rekayasa iblis/syaithan terhadap manusia, sedang diri kita sering kali tidak sadar. Berikut firman Allah yang membongkar rahasia syaithan:
    قَالَ رَبِّ بِمَا اَغْوَيْتَنِيْ َلاَُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فىِ اْلاَرْضِ وَلاَغُْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَ (الحجر : 39)
    Iblis berkata lagi:”Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan aku ini makhluk sesat, maka aku akan merangsang keinginan anak cucu Adam di muka bumi untuk berbuat maksiat, dan akan aku bawa sesat mereka semuanya. (Qs. 15: 39)

وَقَالَ الشَّيْطنُ لَمَّا قُضِيَ اْلاَمْرُ اِنَّ اللهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَاْلحَقِّ وَعَدْ تُكُمْ فَاَخْلَفْتُكُمْ وَمَاكَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطنٍ اِلاَّ اَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ ليِ فَلاَ تَلُوْ مُوْانىِ وَلُوْمُوْا اَنْفُسَكُمْ مَا اَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا اَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ اِنيِّ كَفَرْتُ بِمَا اَشْرَكْتُمُوْنِ مِنْ قَبْلُ اِنَّ الظلمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ (ابرهيم : 22)
“Tatkala putusan hakim telah dilaksanakan, berkatalah syaithan terhadap manusia pengikutnya: Sesungguhnya Allah telah menjanjikan janji yang benar kepada kalian. Akupun telah menjanjikan pula, namun janji itu telah kuputarbalikkan. Sebenarnya aku tidak berkuasa apa-apa untuk memaksa, agar kalian mengikuti ke jalan maksiat, kecuali hanya sekedar mengajak, lalu kamu patuhi ajakanku itu. Karena itu, janganlah kalian mencercaku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Kini aku tidak dapat menolong kalian. Sedang kalianpun tidak pula dapat menolongku. Lagipula aku menyanggah perbuatan kalian di dunia dahulu dimana kalian telah mempersekutukan Tuhan dengan aku. Sesungguhnya untuk mereka yang dzalim, adalah siksa yang amat pedih. (Qs. 14 : 22)

Demikianlah akhirnya manusia menjadi pengorbanan syaithan. Karena pada masa dunianya selalu mengikuti ajakan syaithan. Maksudnya selalu mengikuti ajakan nafsunya sendiri tanpa perdulikan ajaran agama. Ketika itu manusia baru sadar setelah terjebak dengan peringatan Allah :

اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يبَنِى ادَمَ اَنْ لاَ تَعْبُدُ الشَّيْطنِ اِنَّه لَكُمْ عَدُوُّ مُبِيْنٌ (يس :60)

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai anak-anak Adam, supaya kamu jangan menyembah syaithan, sebab itu sudah nyata musuhmu?. (Qs. 36 : 60).

Sekali-kali tidak bakal terjadi penyesalan di hari kemudian, bila manusia hidup rukun dengan ilmu agamanya. Sedang ciri-ciri ilmu yang bermanfaat adalah mampu melindungi pemiliknya dari kejahatan nafsunya, berarti telah mengetahui musuh ghoib, yaitu syaithan/iblis.

  1. Selalu waspada seperti halnya kewaspadaan seorang petinju saat bertanding menghadapi lawan diatas ring, kemanapun gerak geriknya seluruhnya dicurahkan untuk mengintai-mencari kesempatan kosong untuk menjatuhkan lawannya atau saat di medan perang antara tentara Indonesia melawan tentara Belanda. Bila bersikap tidak sebagaimana diatas berarti telah dikuasai oleh musuh syaithan, sebagaimana rakyat Indonesia ketika sedang dikuasai oleh penjajah Belanda. Ketidakberdayaan rakyat Indonesia terpaksa segala macam corak dalam pemerintahan maupun tatanan kehidupan sehari-hari semuanya serba diatur/dikendali oleh penguasa Belanda. Begitulah manusia yang sudah dikuasai oleh syaithan, maka segala gerakannya kecuali serba menurut kemauan syaithan. Sayangnya mereka yang dikuasai syaitan sama sekali tidak sadar.

Upaya melatih diri mengetahui musuh syaithan kiranya akan lebih cepat membawa hasil bila kita banyak-banyak mengingat Allah dan segala gerakan kita merasa seolah-olah berhadapan dengan Allah.

PROYEK TIGA: Menanam Keyakinan Dunia Akhirat

Kami mengajak bangsaku manusia untuk menanam keyakinan tentang dunia akherat. Umumnya manusia hanya puas dengan kehidupan dunianya. Sedang kehidupan akhiratnya sama sekali tidak perduli. Baik segi kesenangan, kemewahan, kebanggaan, kemiskinan dan kesusahannya. Hal seperti ini wajar bagi jenis binatang ternak atau manusia yang tergolong bodoh dan kafir. Karena binatang tidak memiliki kelanjutan hidup di masa akherat, dan pula manusia kafir tidak percaya adanya akherat. Karena itu mengingatkan mereka tentang kehidupan akherat, kecuali bermacam-macam bantah dan alasan yang diperbuat. Sebagaimana terdapat pada Qs. 44 : 36

فَأْ تُوْا بِا باَ ئِنَا اِنْ كُنْتُمْ صدِقِيْنَ (الدخان : 36 )
“Kalau memang ada hidup yang kedua kali, cobalah kamu hidupkan kembali nenek moyang kami yang telah mati, jika memang pihakmu benar”(Qs. 44 : 36)

Seandainya akhirat itu benar-benar tidak ada, maka dimana kedudukan manusia mulya?. Berarti sama dengan binatang ternak yang tidak berderajat mulya. Kepada mereka yang lahirnya beriman (percaya akhirat) hendaknya jangan puas dengan kepercayaan yang tidak tentu arah. Kelihatannya percaya, tetapi prakteknya sama persis sebagaimana orang bodoh dan kafir. Misalnya : Yang dicita-citakan/yang direbut orang bodoh dan kafir adalah kesenangan, kemewahan, kekayaan dan kebanggaan masa dunia, sementara yang dikhawatirkan hanya kemelaratan, kehinaan, dan kesusahan masa dunianya. Sedang kita yang lahirnya beriman, juga demikian adanya. Kalau begitu apa artinya beriman?. Jangan-jangan itulah maksud iman yang belum menembus ke hati.

Dunia dan akhirat adalah semacam dua keterpaduan bahasa yang saling kait mengikat seperti halnya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, tinggi dan rendah, tua dan muda dsb. Keterpaduan yang utuh, tidak bisa disebut malam bila tak ada siang atau tidak akan disebut rendah bila tidak ada yang tinggi. Dan pula kita tidak bisa ke akhirat tanpa melalui dunia. Jadi hasil sukses di akhirat adalah semata-mata pembawaan dari dunia, karena itu sekali-kali kita tidak bisa mengabaikan dunia begitu saja lantaran mengejar keutamaan akhirat. Begitulah dunia dan akhirat yang rupa-rupanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dua-duanya sama-sama harus di imani, di urusi dan di hargai.

Berapa harga dunia?. Rasulullah SAW. dalam suatu riwayat memberi harga terhadap dunia, tidak lebih dari sebesar telinganya bangkai kambing, sementara pada riwayat yang lain beliau mengatakan dunia hanya senilai sayap nyamuk.

Djabir ra. berkata: Ketika Rasullah saw berjalan di pasar dan dikelilingi orang mendadak disana bertemu bangkai kambing yang kecil telinganya (kuper), maka rasulullah mengangkat telinganya dan bertanya: Siapakah yang suka membeli ini dengan sedirham? Jawab mereka :Tiada yang suka itu dan buat apakah itu?. Nabi bertanya: Demi Allah andaikan itu masih hidup, ia pun cacat, apalagi ia sudah bangkai. Maka sabda Nabi: Demi Allah, sungguh dunia ini tidak lebih hina dalam pandangan Allah, dari bangkai ini bagimu (HR. Muslim).Terjemah Riadhus Sholihin I Hal.403.No.8

Sahl bin Saad Assaidy berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Andaikan dunia ini bernilai disisi Allah sebesar sayap nyamuk, maka tidak akan diberikannya kepada orang kafir walau seteguk air. (At-tirmidzy) Terjemah Riadhus Sholihin Juz I Hal 411 No. 21.

Sedang perbandingannya dengan nilai akhirat, Allah SWT. mengabarkan dalam firman-Nya :

اُنْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَ لَلاْخِرَةُ اَكْبَرُ دَرَجتٍ وَاَكْبَرُ تَفْضِيْلاً (الا سراء : 21

Perhatikan bagaimana Kami melimpahi yang sebagian berlebih dari yang lain. Sudah pasti dalam kehidupan akhirat jauh lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar kelebihannya. ( Qs. 17 : 21 )


وَلَلاْخِرَةُ خَيْرُ لَّكَ مِنَ اْلاُوْلى (الضحى:4

Sesungguhnya akhir (akhirat ) itu lebih baik daripada permulaan (dunia). (Qs. 93 : 4)

Gampangnya secara akal, bagaimana tidak lebih baik, lebih tinggi dan lebih besar kelebihan akhirat dibanding dunia?. Segi kesenangan setiap orang akan mendapatkan tanah seluas langit dan bumi lengkap istri-istri yang cantik dan rumah-rumah yang terbuat dari emas-intan-yakut-zabarjut, belum lagi buah-buahan yang tidak pernah busuk, tanpa menderita sakit, mati, kencing, berak, sholat, puasa, tanpa mendengar perkataan yang menyakitkan dari siapapun. Pokoknya selalu sibuk senang dan bermewah-mewahan. Sedang dimasa dunia, meskipun bangga menjadi presiden tetap saja sakit, kencing, berak, bahkan tersiksa akibat banyaknya surat kaleng yang masuk. Seorang sarjana muda bersama mobil pribadinya pulang seusai pelatihan selama bermingguminggu dengan rencana akan menikah dan ditempatkan di Amerika menjadi duta besar. Mendadak terjadi kecelakaan diperjalanan akhirnya gagal rencana menikah dan pergi ke Amerika, jadinya pergi ke kuburan. Itulah yang disebut dunia tipuan. Bayang-bayang hati akan merasa enak, bahagia, sukses, bangga , mewah tetapi kemudian terjebak dengan mati, sakit, terhina, terusir, tersiksa, tertuduh dsb. Karena pada hakekatnya kesenangan, kemewahan, kebanggaan, di dunia itu tidak pernah ada. Yang ada hanya di akherat yakni syurga. Sedang kesenangan, keindahan, kebanggaan dan kemewahan di dunia hanyalah palsu, tipuan atau khayalan. Kalaupun ada itu hanyalah kesenangan sementara/keindahan yang sekejap mata, setelah itu siksa dan penderitaan yang tidak berkesudahan.

Menyadari demikian perbandingannya antara dunia akherat, tentunya bagi manusia yang berakal sehat lagi beriman akan memilih dan mengutamakan akherat. Tetapi kenapa kebanyakan yang terjadi, malah memilih dan mengutamakan dunia?

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akherat dan bahwasannya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. 16 : 106-108)

Adanya manusia tidak bisa mikir tentang akherat adalah kecintaannya terhadap dunia. Sehingga pandangan hatinya ditutup rapat-rapat oleh Allah, terpaksa yang diurus hanya kebutuhan dunia semata. Usaha tentang rumah sebatas hanya rumah di dunia semata, usaha tentang kendaraan, pakaian, makanan juga sebatas di dunia. Padahal di akherat belum punya rumah, kendaraan, pakaian, makanan dll. Hanya bersikap tenang-tenang dan santai-santai. Jangankan sampai usaha membuat rumah di akherat, usaha terhindar dari ancaman dan siksa di akherat saja tidak bakalan terjadi bagi mereka yang hatinya telah terkunci. Anehnya yang biasa menyebut dunia akherat, dunia akherat,..tapi prakteknya? Lain di bibir lain di hati, lain dihati lain pula dalam praktek. Ternyata hanya dunia dan dunia saja yang melulu diurus. Merekalah yang diteror Allah dalam firman berikut :


كَلاََّ بَلْ لاَّ يَخَافُوْنَ اْلا خِرَةَ (المدثر : 53 )

“Sekali-kali kamu tidak begitu, sebenarnya mereka tidak takut pada hari akherat. (Qs. 74 : 53)

كَلاَّ بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَا جِلَةَ وَتَذَرُوْنَ اْلا خِرَةَ (القيا مة : 20-21)

“Sekali-kali tidaklah keadaan seperti yang kamu katakan! Tetapi sebenarnya kamu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akherat ( Qs. 75 : 20-21)

Mengapa sampai terjadi meninggalkan kehidupan akherat seperti layaknya orang yang tidak percaya akherat (kafir) Bisa jadi karena imannya belum sampai masuk kehati (Qs. 49 : 14) atau iman karena ikut-ikutan (warisan nenek moyang). Oleh karena itu disini betul-betul mengajak manusia untuk menanam keyakinan tentang dunia akherat setidaknya akan membuat kita senantiasa konsentrasi yang menjalin antara dunia akherat. Syukur-syukur mampu mengutamakan kebahagiaan dan kesenangan akherat diatas penderitaan dan kesusahan dunia. Dan itulah yang terbaik.

Sebenarnya dimana sih akherat itu? Sepintas umumnya orang akan berfantasi bahwa akherat itu demikian jauh hingga berpuluhpuluh tahun jarak menempuhnya. Pengaruh pemahaman yang salah itu akhirnya mempengaruhi jiwanya hingga tidak sesegera mungkin menyiapkan perbekalan akherat. Digantungkannya perjanjian : besok-besok saja mikir bekal mati (sangu mati), besok saja kalau sudah tua dst. Padahal siapa yang bisa menjamin kalau besok, minggu depan, bulan depan dan tahun depan kita masih hidup? Demikianlah hidup ini seakan-akan tanpa terminal (mati). Baru setelah pati datang menjemput, gelagapan pulang ke akherat dengan bekal kosong. Karena semua barang-barangnya tertinggal di dunia.

Sebenarnya akherat itu dekat, seperti halnya dekatnya Allah kepada manusia atau seperti dekatnya leher dengan urat nadi. Padahal dekatnya nadi dengan urat leher sepertinya sudah menyatu, tetapi dekatnya akherat dengan kita lebih dekat lagi. Hanya kalau pintu maut sudah terbuka, maka sekejap itu manusia akan masuk ke wilayah akherat. Tanpa melewati jarak berhari-hari, berminggu-minggu dan berpuluh-puluh tahun lagi. Seperti dekatnya isi dan kulit buah pisang, begitu kulit dikelupas maka seketika itu melihat isi. Jadi akhirat itu disini – ditutupi dunia, begitu dunia disingkap, maka sekaligus kelihatan akherat. Itulah bukti bahwa akherat itu dekat.

Menyadari betapa dekatnya akherat, maka selayaknya tergopoh-gopoh menata/mempersiapkan perbekalan apa yang hendak dibawanya untuk kecukupan bekal hidup di akherat. Ibarat seorang penumpang bus bersama segenap barang miliknya, menyadari dekatnya terminal atau tempat yang dituju seraya langsung berkemas-kemas membawa tas ransel dan semua bawaannya, baru kemudian dengan perasan lega turun menuju ke tempat tujuan. Tetapi kalau ada penunpang bus yang tenangtenang/teledor tidak menyadari jarak dekatnya tujuan dan pula tidak persiapan, mendadak si sopir menghentikan bus pertanda telah sampai pada tempat yang di tuju, tiba-tiba diliputi sesal kenapa barang-barang sampai tertinggal di bus, dan mustahil barang-barang itu akan sampai/ kembali ke tangan penumpang itu lagi, sudah pasti hilang tak tentu arah. Demikianlah ibaratnya kita yang tidak tergopoh-gopoh persiapan bekal, mendadak pati datang pertanda tujuan akhirat telah sampai, kemudian tinggal diliputi penyesalan kenapa barang-barang sampai tertinggal di dunia, mau tidak mau kecuali hidup celaka bersama syaithan yang disebut neraka naudzu billah.

Hak Asasi Manusia Mencapai Kebahagiaan Hidup

Meski berbagai macam ulasan dan penjelasan tentang bagaimana kehidupan dunia dan bagaimana pula kehidupan akhirat, toh keputusan akhir tetap terpulang kepada kita masing-masing. Dimana kita mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk memilih salah satu diantara keduanya. Tak ada yang dapat menyuruh, mempengarui apalagi memaksa kita. Sehubungan dengan penentuan nasib baik dan buruk, maka semua itu di tangan kita dan tergantung kita.

Perhatikan ayat-ayat berikut dibawah ini :


مَنْ كَانَ يُرِيْدُ اْلعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيْهَا ماَ نَشَاءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلهَا مَّذْمُوْمًا مَذْحُوْرًا (ألآسراء : 18)
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan sementara ini 1) Kami berikan juga, berapa saja Kami kehendaki dan kepada siapa saja yang kami sukai. Kemudian Kami sediakan baginya neraka yang akan membakaranya sebagai orang yang nista dan terbuang” (Qs. 17 : 18)

1) Kehidupan dunia atau keuntungan duniawi sebagai tuntutan yang mendesak.

وَمَنْ اَرَادَ اْلاخِرَةَ وَسَعَىلَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاؤُلئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُوْرًا (الآ سرء : 19)
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan dia berjuang dengan gigih untuk mencapai cita-citanya sebagai seorang mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang terpuji” (Qs. 17 : 19)

كُلاًّ ُنُّمِدُّ هؤُلاَءِ وَهؤُلاَءِ مِنْ عَطاَءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُوْرًا (الاسراء : 20)
“Kepada masing-masing golongan , baik golongan ini maupun golongan itu Kami limpahi terus karunia dari Tuhan. Karunia Tuhanmu itu diberikan tanpa pilih bulu1) (Qs. 17 : 20)

     1). Di dalam mencapai perlombaan hidup di dunia ini terdapat dua golongan yang bersaing ialah: golongan kebendaan (materialistis) dan golongan kerohanian (idealis, keagamaan). Terhadap dua golongan ini Tuhan tidak pilih kasih dalam memberikan karuniaNya, apakah itu golongan materialis atau golongan idealis (keagamaan), tidak perduli!

اُنْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَلَلاخِرَةُ اَكْبَرُ دَرَجتٍ وَاَكْبَرُ تَفْضِيْلاً (الاسراء : 21)
“Perhatikan bagaimana Kami melimpahi yang sebagian berlebih dari yang lain. Sudah pesti dalam kehidupan akhirat jauh lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar kelebihannya (Qs. 17 : 21)

Demikianlah pilihan yang diberikan Allah kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup. Sekali lagi kita bebas memilih, pilih bahagia di dunia atau pilih bahagia di akhirat, terserah ! Sedang Allah telah menegaskan bahwa kesenangan, kebahagiaan, kebanggaan, itu jauh lebih besar lebih tinggi lebih luas lebih indah dan lebih kekal di akhirat.

Bagi pembela umat, cita-cita manusia untuk mencapai kehidupan adil makmur tidak bakal tercapai sebelum mempraktekkan tiga konsep tersebut dalam kehidupan. Pandangan ini bisa kita nyatakan pada zaman sekarang, ketika manusia melupakan tiga konsep tersebut maka terjadilah pelanggaran dan penyimpangan dari standar aturan Allah SWT. antara lain :

Bersifat lebih mencintai harta kekayaan, kedudukan, kebanggaan, kemenangan, kesenangan dunia daripada ALLAH SWT. Penncipta alam semesta. Padahal semestinya lebih mencintai ALLAH SWT. Sebagai Pencipta seluruh benda di alam semesta ini dari pada barangnya sendiri.

Pemarah, pendendam dan saling menjatuhkan antar sesama manusia. Yang seharusnya saling menyayangi.

Lebih mengutamakan pribadi dan mengalahkan orang lain. Sedangkan yang benar dan baik di sisi Allah adalah segala hasil demi kebersamaan.

Lebih mencintai dan berlomba merebut ciptaan ALLAH, seperti tanah, air, buah-buahan dan barang lainnya tanpa menoleh-mengingat Penciptanya. Boleh saja mencintai dan merebut barang-barang di dunia ini, tapi selayaknya rebut dan cintai juga ALLAH Pencipta barang-barang tersebut.

Lebih mengutamakan kehidupan dunia dengan meninggalkan akhirat. Padahal jika menyadari bahwaa kampung halaman yang sesungguhnya bagi manusia adalah akhirat, maka seharusnya manusia lebih mengutamakan kepentingan akhirat disamping kehidupan dunia.

Jika kelima sifat itu masih bercokol pada jiwa manusia, kemudian di mana kelebihan kedudukan manusia yang biasa di sebut-sebut berderajat mulya bila di bandingkan dengan binatang ternak?. Dimana pula kelebihan, kedudukan manusia, terutama bagi yang dikenal berilmu beriman bila di bandingkan manusia yang di kenal bodoh dan kafir?. Tidakkah ini berarti lebih hina dari jenis binatang ternak?. Jika orang kafir dan orang bodoh hanya bisa mencintai dan merebut barang yang tanpak mata, maka dengan kelebihan ilmu dan iman, bisa mencintai Allah meskipun ghoib. Jika orang bodoh dan kafir tidak mampu mengenali musuh syaithan sehingga yang di musuhi sesama manusia, maka kelebihan berilmu dan beriman bisa mengenali musuh ghoib syaithan. Jika orang bodoh dan kafir hanya berpandangan hidup sebatas dunia, maka kelebihan ilmu dan iman mampu menembus jauh ke akhirat meski belum tanpak mata.

Tanggung Jawab Manusia

Selanjutnya, mari kita berusaha menumbuhkan kesadaran bahwa hidup kita ini berurusan dengan Allah, jangan di atur dan dijalankan sekehendak hati. Usahakan juga bahwa hidup kita ini akan menghadapi tuntutan besar-besaran di akhirat kelak. Segala tingkah laku, setiap huruf yang keluar dari mulut akan dituntut di hari pembalasan. Bahkan keluar masuknya nafas ini juga dimintai pertanggung jawaban. Dimana setiap jamnya kita menghirup nafas sebanyak 24 x 360 = 8.640 pernafasan. Semuanya itu merupakan hutang hutang kita kepada Allah. Di dunia kita wajib membayarnya dengan cara menyukurinya. Jika kita lupa tidak mensyukurinya berarti kitapun hutang. Maka di akhirat kitapun dituntut. Sedang tuntutan yang lain adalah perihal dosa-dosa kita. Bahwa tidak seorangpun yang setiap hari tidak tersentuh dosa. Banyak perilaku dan suasana kejiwaan yang menyebabkan dosa meskipun tidak kita sadari, antara lain bab syukur tentang nafas tadi. Belum jantung yang jika sakit untuk penyembuhannya ratusan juta. Pada saat berdiri, berjalan, duduk tidak ingat ALLAH SWT. Termasuk dosa. Makan dan hidup enak tidak ingat teman, bangsanya juga tercatat dosa.

Bahkan jiwa para Nabi-rasulpun pernah tersentuh dosa. Rasul Yunus merasa berdosa dan dholim dikisahkan pada Qs. 21 : 87, Rasul Musa menangisi dosa dan khilafnya pada Qs. 28 : 16. Rasul Adam menangis dan menyadari kedholimannya ketika terusir dari syurga pada Qs. 7 : 23. Rasul Muhammad yang setiap hari tidak kurang 100 kali sowan kepada Allah SWT. untuk bertobat. Bahkan dalam kitab Durotun Nasihin disebutkan bahwa 300 tahun Rasul Adam menangisi dosa. Bukan saja dosa beliau tapi juga mencakup dosa-dosa anak cucu beliau kelak, termasuk dosa-dosa kita sekarang ini. Dalam kisa rasul Adam ini ada pelajaran besar yang bisa kita ambil. Ketika beliau di gusur dari syurga, beliau tidak berusaha membela diri atau menutup-nutupi kesalahan, tapi justru langsung mengoreksi diri dan menyadari serta menaubati kesalahannya. Seperti halnya orang yang terusir dari kejadian penggusuran akhir-akhir ini. Seharusnya ketika seseorang atau sebuah kelompok terusir dan tergusur oleh kelompok lain, yang harus di tumbuhkan adalah koreksi diri, kesalahan apa yang diperbuat sehingga dia terusir. Bukannya malah mencak-mencak, marah karena tidak sadar.

Kita juga sering mendengar bahwa nabi-rasul itu masum. Kita juga perlu perhatikan arti masum. Bahwa nabi-rasul itu suci dari dosa memang benar. Namun bukan berarti nabi-rasul tidak pernah berdosa. Beliau-beliau tetap pernah tersentuh dosa, tapi karena masum (terjaga), maka langsung mendapat teguran Allah sekaligus menyadari (menaubatinya). Setelah ditaubati tentu saja bersih. Demkian terus tiap kali beliau khilaf, langsung Allah peringatkan, bertaubat dan diampuni. Sehingga para nabi-rasul senantiasa suci dari dosa. Sebaliknya bagi manusia biasa yang dibiarkan Allah, dosa-dosa yang berulang-ulang, menumpuk bergunung-gunung tidak merasa dan tidak pernah ditaubati. Sedang maksud Allah memberikan pengalaman kepada para rasul-Nya tersentuh dosa, agar dijadikan peredam dan penumbuh kesadaran ketika menghadapi umat yang berdosa dan salah. Bahwa manusia berjiwa dhoif, buktinya diri beliau-beliau sendiri pernah tersentuh dosa.

Untuk mewujudkan semua hal diatas, hanya bisa dilalui dengan perjuangan yang sungguh-sungguh. Dan kemenangan hanya bisa di peroleh dengan pengorbanan. Antara lain dengan :

1). Siap berkorban harta jiwa, tenaga, dan perasaan.
2). Mengajak diri siap diremehkan dan siap terhina. Dengan dasar pertimbangan :

a.

  1. Secara anatomis, diri manusia dijadikan dari benda cair (sperma) yang menjijikan. Dengan bahan baku seperti itu kenapa kita tidak sadar ketika diremehkan?
  2. Pada tubuh manusia dipenuhi kotoran; tinja, muntahan, air liur, air seni, dara dll. Dengan isi seperti itu mengapa tidak mau diremehkan.
  3. Jiwa manusia banyak dosa dan salah, maka setiap penghinaan yang datang, terima dengan sadar anggaplah sebagai peringatan sekaligus di taubati.
  4. Betapapun juga, sebentar lagi hidup setiap manusia akan berakhir dengan datangnya maut. Lalu dikebumikan, masuk ke kubur, ditimbuni tanah. Apa yang hendak dibanggakan sampai-sampai tidak sadar diremehkan?.

b.

1. Sejumlah banyak nabi-rasul adalah hidup terhina dan dimusuhi oleh bangsa jin, syaithan, manusia. Seperti Rasul Muhammad sw. yang kebenaran dan kejujurannya telah disaksikan dunia, tapi semasa hidupnya di tengah masyarakat tetap dalam kondisi terhina dan teraniaya. Bahkan beberapa orang-orang nabi-rasul terbunuh. Ada pula pejuang yang disisir besi hingga mengelupas daging dan kulit terpisah tinggal tulang, ada yang dibakar hidup-hidup (nabi Ibrahim), digergaji dari atas sampai terbelah dua (Imam Nawawi), ada yang di bunuh (Nabi Zakariyah) dan ada juga yang direbus dalam belanga (Ibu Masyithah)

2. Allah SWT. Pencipta alam semestapun diremehkan manusia. Bukktinya perintah-Nya di dalam kitab  suci yang jumlahnya ribuan, tapi manusia cukup puas  mengamalkan beberapa bagian saja. Larangannya ribuan tapi hanya ditinggalkan  sebagian kecil  saja. Manusia tidak takut ancaman Allah berupa neraka dan tidak menoleh tawaran syurga dari Allah.

Manusia puas dengan mengucap dua kalimah sahadah, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa ramadhan, haji ke Mekkah di tambah pandai berdalil kitab dengan bahasa arab. Padahal amalan itu baru sekian persen dari seluruh perintah Allah yang tertuang dalam kitab suci-Nya yang berjumlah ribuan bahkan jutaan itu. Lagi pula yang mereka amalkan itu baru sebagai jembatan menuju kebenaran. Mereka baru dalam perjalanan ke arah kebenaran dan belum sampai ke tempat tujuan. Padahal sangat mungkin terjadi di tengah perjalanan tergelincir, terbegal, tertipu atau tersesat akibat tipu daya rayuan syaithan, iblyis. Belum lagi perihal larangan Allah yang juga berjumlah ribuan. Sementara kewajaran manusia sudah merasa bersih dari dosa dan berkondisi baik bila tidak pernah mencuri, berjudi, minum-minuman keras, atau hal larangan lain seperti berzina dll. Padahal kalaupun larangan-larangan itu telah kita tinggalkan, disisi Allah lebih banyak lagi larangan yang kita langgar dan perintah yang kita tinggalkan seperti penyakit-penyakit hati, sombong, riya ujub, pamrih, syirik, prakktik-pratik mengutamakan pribadi mengalahkan orang lain. Lupa mensyukuri ribuan nikmat yang kita terima dari Allah bukan hanya tergolong dosa, tapi juga kufur. Ditegaskan pula pada Qs. 5 : 68 bahwa di sisi Allah, belum di anggap beragama sedikitpun sehingga mengamalkan semua isi kitab (Taurat, injil, dan Al-quran). Dengan kesimpulan, bagi umat Yahudi baru disebut beragama bila mengamalkan seluruh isi kitab Taurat, umat nasrani bisa mengaku beragama bila telah mengamalkan seluruh isi kitab Injil dan umat Islam berhak mengaku sebagai umat beragama da umat Muhammad bila telah mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan segala yang ada dalam Al-Quran. Maka belum disebut beragama sehingga setiap umat melaksanakan kitabnya masing-masing. Padahal menurut kenyataan yang terjadi pada umat beragama, jangankan seluruh, separuh saja dari isi kitab belum tentu telah dilaksanakan.

Karenanya, wahai bangsaku, sebelum maut datang menjemput, perhatikan seruan ini. Laksanakanlah tiga proyek besar ini, niscaya kehidupan kita akan selamat dunia akhirat dalam naungan ridla dan ampunan Allah. Amiiiin !!!.

Kesimpulan dan penutup

Tiga proyek besar yang telah teruraikan tersebut di belakang, apabila diperluas bahasannya secara benar, maka itu akan memuat (perihal) langit bumi seisinya. Yang meliputi segala sesuatu, segala masalah, dan kebutuhan makhluk apa saja. Tiga proyek, yang kalau dilaksanakan betul-betul, akan mendamaikan dunia. InsyaAllah. Dimulai dengan ajakan mengenal Allah, Tuhan yang menciptakan alam. Ia yang memiliki dan berhak mengatur ciptaannya. Maka, segala prilaku manusia, sudah seharusnya dengan seizin Dia. Sebab, tak satupun aktifitas manusia, yang tidak berhubungan dengan ciptaan-Nya. Pemahaman yang mengakar dari mengenal Tuhan ini, akan berdampak baik terhadap seluruh aspek hidup, yang meliputi: sosial, agama, lingkungan, ekonomi, budaya, dsb. Karena dengan mengenal Tuhan, setiap pribadi akan lebih cenderung menempuh hidup wirai. Yakni, setiap perbuatan yang hendak dilakukan, terlebih dulu telah dicocokkan seteliti mungkin dengan aturan Allah SWT. Kemudian proyek kedua, yakni ajakan untuk mengenal musuh syetan. Kalau ini dipahami betul, kita akan terlatih untuk menyaring segala ajakan yang keluar dari hati. Karena terlatih, kita bisa membedakan, mana ajakan hati yang bersumber dari Syetan, dan seperti apa ajakan Allah yang baik. Bukan tidak mungkin, bila identitas musuh Syetan sudah dikenali, impian banyak orang tentang dunia yang penuh nuansa damai, akan terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi. Sebab, syetan yang menjadi keladi semua kerusakan dunia, kehabisan cara menggoda manusia. Semua strategi penyesatannya, sudah kita ketahui. Tentu saja hal ini tidak mudah, tetapi juga tidak mustahil berhasil, jika saja kita bersungguh-sungguh mencobanya. Proyek Ketiga, tentang seruan untuk meletakkan secara adil, antara urusan dunia dan urusan akhirat. Bila urusan dunia dan akhirat sudah bisa disejajarkan seimbang, akan sangat besar faedahnya. Misalnya saja, banyak kasus kriminalitas, yang diakui oleh sebagian pelakunya, ternyata dipicu oleh kemiskinan yang mendera. Jika saja setiap orang tahu benar, bahwa kebahagiaan akhirat itu bisa dicapai, antara lain, dengan menolong orang miskin, maka akan berlomba-lomba menyisihkan rezekinya. Dengan begitu, masalah kemiskinan yang menjadi isu global dewasa ini — akan sedikit terpecahkan. Yang pada gilirannya angka kriminalitas pun bisa ditekan lebih rendah.

Sedang sebagai dasardasar yang tersirat dalam Tiga proyek besar itu pemecahannya/ penjabarannya (pengambilan sumber dalilnya) adalah mencakup semua isi Kitab, baik Al Quran/Hadist, Taurat, Injil, Zabur dan Kitab-kitab yang lain. Semua dalil penguat dari makalah ini, diambil seluruhnya dari AlQuran dan Hadist. Sedangkan AlQuran sendiri, merupakan penyempurna Kitab-Kitab yang dirisalahkan Rasul sebelumnya, seperti Taurat, Injil dan Zabur. Kiranya, tidaklah berlebihan jika tulisan Tiga Proyek Besar ini, layak dibaca dan dimengerti oleh seluruh manusia, tidak eklusif untuk sebuah pengamal agama tertentu.

Kemudian yang menjadi masalah (penekanan) adalah, kita dituntut atas pelaksanaannya. Sudahkah kita berbuat sesuai dimaksud makalah tersebut. Dalam arti, kita tidak hanya cukup puas karena pandainya dalam membaca dalil Al Kitab saja, yang tanpa menyadari bahwa dalil yang kita baca itu harus dikerjakannya. Tujuan awal dari penulisan Tiga Proyek Besar ini, adalah, setiap pembaca dapat mengerti dan kemudian ditindaklanjuti dengan upaya serius melaksanakannya. Agar tak seperti yang sudah-sudah, banyak tulisan bermutu, setelah dibaca, hanya berfungsi sebagai bunga rampai. Sebagai penghias rak-rak pustaka semata.


Lamongan, 4 Maret ‏2001
Yayasan SPMAA Divisi Pusbitan Sumberillah

Leave a Comment